Selasa, 22 Maret 2016

KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

           Kepemimpinan adalah suatu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan pribadi, yaitu mampu mendorong dan mengajak oranglain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan tersebut juga berdasarkan pada (1) akseptansi/penerimaan oleh kelompok, dan (2) pemilikan keahlian khusus. Maka dalam iklim demokratis kita berkepentingan dengan kepemimpinan demokratis, demi pencapaian kesejahteraan dan kaedilan yang lebih merata.
 
            Namun kenyataan menunjukan, bahwa dalam masyarakat modern yang banyak menonjolkan individualisme sekarang banyak terdapat orang sangat ambisius, bahkan paling ambisius untuk muncul menjadi pemimpin demi kepentingan-kepentingan pribadi. Orang yangiklankan diri itu ( yang dengan segala upaya licik ingin menjabat kursi kepemimpinan ), biasanya adalah tipe orang yang sakit atau abnormal (yang korups, patologis, egoistis, tidak bertanggung jawab, criminal, sadis, dan lain-lain), itu jelass mencerminkan adanya masyarakat yangpas sakit. Dengan kata lain masyarakat yang sakit akan memproduksi pemimpin-pemimpin yang sakit atau abnormal. Dan sebaliknya, pemimpin-pemimpin yang sakit pasti akan memunculkan masyarakat yang sakit, yang dipenuhi banyak konflik, disorganisasi dan disfungsi sosial.


Pemimpin Demokratis
 
Pemimpin demokratis dapat digolongkan dalam:
  1. Pemimpin demokratis tulen, dan;
  2. Pemimpin demokratis palsu/pura-pura (pseudo-demokratis)
            Pemimpin demokratis tulen itu merupakan pembimbing yang baik bagi kelompoknya. Dia menyadari bahwa tugasnya ialah mengkoordinasikan pekerjaan dan tugas dari semua anggotanya dengan menekankan rasa tanggung jawab dan kerjasama yang baik kepada setiap anggota. Dia tahu, bahwa organisasi atau lembaga bukanlah masalah ”pribadi atau individual”, akan tetapi kekuatan organisasi terletak pada partisipasi aktif setiap anggota. Dia mau mendengarkan nasehat dan sugesti semua pihak dan mampu memanfaatkan keunggulan setiap orang seefektif mungkin pada saat-saat yang tepat. 
            Dia sadar, bahwa dia tidak mampu bekerja seorang diri. Karena itu dia perlu mendapatkan bantuan dari semua pihak. Dia memerlukan dukungan dan partisipasi dari bawahannya, perlu mendapaykan penghargaan dan dorongan dari atasan, dan butuh mendapatkan support/dukungan moril dari teman sejawat yang sederajat kedudukannya dengan dirinya. 
 
          Dengan demikian, organisasi yang dipimpinnya akan terus berjalan lancar sekalipundia tidak ada ditempat. Sebab otoritas sepenuhnya didelegasikan kebawah, sehingga semua orang merasa pasti dan aman, juga merasa senang menunaikan tugas-tugasnya.
 
            Sebaliknya pemimpin pseudo-demokratis pada umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, dia memang berusaha untuk bersikap demokratis. Akan tetapi karena dia berkarakter lemah, merasa selalu bmbang dan tidak mempunyai pendirian, maka penampilannya tidak jauh berbeda dengn si ”baby autocrat” (otokrat bayi). Bedanya ialah pemimpin pseudo demokratis ini sifatnya lebih sentimentil. Dia sering merasa ”berdosa”  dan ingin bertobat. Dan pada saat-saat dia berhati lapang, dia menganggap semua orang sebagai ”orang sendiri/dalam”, dengan semboyan ”kita semua adalah satu keluarga besar yang bahagia”. Sedang pada saat-saat dia berhati buram, maka muncullah kemunafikan dan macam-macam sifat kelicikan.
 
            Pemimpin yang demokratis itu bisa berrfungsi sebagai katalisator yang bisa mempercepat proses-proses secara wajar, dan membantu pencapaian objek yang ingin dicapai dengan cara yang paling sesuai cocok dengan kondisi kelompok tersebut.
 
            Pada kepemimpinan yang otokratis, pemimpin memaksa rencananya tanpa berkonsultasi kepada kawan-kawannya, dan tidak pernah menjelaskan isi sepenuhnya dari rencananya. Dia mengkomandokan setiap langkah, tanpa menghiraukan sama sekali tata kerja yang paling sesuai dengan aspirasi kelompoknya, tidak memperhitungkan iklim emosional kelompok serta bentuk kerja kooperatif.
 
            Timbullah kemudian reaksi agresifitas yang ditujukan kepada pemimpin, atau di arahkan kepada kawan sekerja yang lemah (dalam posisi lemah). Bahkan tidak jarang mereka juga melontarkan agresifitas terhadap benda-benda mati, misalnya dengan jalan:
 
1)      merusak barang-barang milik organisasi;
2)      mengadakan sabotase;
3)      mencuri barang-barang, pesawat-pasawat, onderdil, dan lain-lain;
4)      munculnya apati total dari bawahan atau sanak buah;
5)      orang jadi suka membolos, tidak masuk kerja tanpa mengemukakan alasan yang wajar (absensiisme tinggi)
6)      orang dengan sengaja datang terlambat kekantor/dinas;
7)      meninggalkan tugas, desersi;
8)      bersikap acuh tak acuh, dan lain-lain.
 
          Maka agresivitas yang memuncak bisa menimbulkan pemogokan dan hira-hura. Sebaliknya, pemimpin demokratis biasanya dihormati dan dihargai. Dia dianggap sebagai simbol kebaikan dan ”orang sendiri”, karena ia bersedia bekerja sama dengan semua anggota kelompok. Pemimpin demokratis ini tidak berusaha menjadi majikan. Semua anggota kelompok selalu ingin bertemu muka dan bertukar pikiran dengan dirinya yang dianggap sangat simpatik. Semua prestasi kerjanya selalu dinilai dengan kriteria ”hasil kami bersama-sama”. Ringkasan bentuk-bentuk kesuksesan selalu diungkapkan dalam bentuk kerja sama atau bentuk kekemian. Hususnya superioritas kepemimpinan demokratis itu ialah kemempuan mengumpulkan banyak informassi dan kebijaksanaan dari semua anggota kelompok, dan bisa memanipulasi semua dengan efektif.
 
            Setiap kelompok sosial pasti memiliki pola tingkah laku yang sesuai dengan tipe kepemimpinan yang mengaturnya, dan pasti tidak bergantung pada sifat-sifat individual setiap anggota kelompok. Pada kepemimpinan demokratis, ada ditanamkan disiplin oleh kelompok itu sendiri dalam suasana yang demokratis. Sedang pada kepemimpinan yang otoraktis, disiplin pada umumnya dipaksakan oleh atasan, atau dipaksakan secara eksternal, biasanya disertai ancaman atau sanksi-sanksi tertentu. 
 
            Kepemimpinan yang demokratis itu dalam situasi yang normal, keadaannya lebih superior dari pada kepemimpinan laissez-faire dan otoriter. Sebab utamanya ialah:
 
  • orang bisa menghimpun dan memanfaatkan semua informasi dan kearifan dari semua anggota kelompok;
  • orang tidak menyandarkan diri pada kepandaian atau kemampuan pribadi pemimpin saja.
            Pada kepemimpinan yang otokratis, pertanggung jawaban sepenuhnya ada pada pemimpin. Sedang pada kepemimpinan demokratis, pertanggung jawaban ada di tangan seluruh anggota kelompok. Dan pada kepemimpinan laissez-faire, pertanggungjawaban didistribusikan kepada setiap anggota sebagai individu yang terpisah-pisah (singulir), dengan semboyan “setiap orang boleh berbuat semau sendiri”. Seterusnya, kepemimpinan yang otokratis dan demokratis, kedua-duanya memiliki garis kepemimpinan yang jelas. Sedang pada bentuk kepemirnpinan laissez-faire justru tidak terdapat garis kepemimpinan, sehingga cenderung mengarah pada kebebasan total dan kekacauan.
 
            Di bawah kepemimpinan demokratis pasti terdapat disiplin kerja dan ketepatan kerja yang jauh lebih tinggi daripada kedua tipe kepemimpinan lainnya. Sebab kelompok itu sendiri yang mendominir suasana, pada tekanan sosial serta kontrol sosial yang diberikan oleh setiap anggota kelompok kepada sesama kawan (anggota), memaksa semua individu untuk bertingkah laku sesuai dengan norma kelompok.
 
            Pada kepemimpinan laissez-faire, kontrol sosial hampir-hampir tidak ada. Sebaliknya pada kepemimpinan otokratis, hanya pemimpinlah yang berhak melaksanakan kekuasaan serta mendesakkan kontrol sosial. Maka semua tugas, baik yang sipil maupun militer yang betapapun berat dan berbahayanya, apabila dilaksanakan dengan semangat kooperatif dan memaksimalisasikan semua inisiatif serta inventivitas setiap orang di bawah kepemimpinan yang demokratis pastilah menumbuhkan semangat juang dan daya tempur yang tinggi menuju kepada kemenangan dan sukses. Pemimpin yang demokratis itu tidak menganggap diri sendiri sebagai superman dengan kemampuan-kemampuan superior, akan tetapi menganggap diri sendiri sebagai anggota biasa. Dia tidak pernah memberikan perintah tanpa menjelaskan pentingnya masalah, dan selalu menerangkan secara terinci semua detail pelaksanaannya. Juga mendiskusikan semua masalah dengan kelompoknya. Ia memperlakukan orang-orang yang dibawahinya sebagai co-workers atau sesama kawan kerja, dan tidak pernah menganggap mereka sebagai instrumen.
 
           lnformasi mengenai kemajuan onganisasi atau lembaga selalu diberikan, lalu dia menjelaskan rencana dan kemungkinan bagi perkembangan masa mendatang. Sehingga semua anggota mengetahui apa yang harus diperbuat setiap hari, dan untuk apa mereka melakukan semuanya. Dia bisa mendelegasikan otoritas, sehingga tidak ada seorang pun yang “onmisbaar” sifatnya (tidak boleh tidak ada). Dia juga bisa menciptakan iklim psikis yang memberikan sekunitas emosional, sehingga setiap orang dirangsang untuk bertingkah laku posirif dan jujur.
 
            Dalam kepemimpinan demokratis ada penekanan pada disiplin-diri, dari kelompok untuk kelompok. Maka delegasi otoritas dalam iklim demokratis itu bukan berarti hilangnya kekuasaan pemimpin, tetapi justru memperkuat Otoritas pemimpin yang didukung oleh semua anggota. Dan pemimpin bisa mengkristalisasikan pikiran serta aspirasi dari semua anggota kelompok dalam perbuatan nyata. Semua permasalahan dihadapi dan dipecahkan secara bersama-sama. Ia juga mengutamakan kerja kooperatif untuk tujuan:
 
1) pemupukan gairah kerja,
2) peningkatan produktivitas,
3) peningkatan moral,
4) usaha perbaikan kondisi sosial pada umumnya
 
            Dengan demikian bisa dipahami, bahwa kepemimpinan demokratis itu pada umurnnya adalah lebih superior daripada kepemimpinan otokratis dan laissez-faire.
 
 
Kepemimpinan Demokratis
            Macam kepemimpinan yang baik dan yang sesuai dewasa ini ialah kepemimpinan demokratis. Semua guru di sekolah bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Semua putusan diambil melalui musyawarah dan mufakat serta harus ditaati. Pemimpin menghormati dan menghargai pendapat tiap-tiap guru dan memberi kesempatan kepada guru-guru untuk mengembangkan inisiatif dan daya kreatifnya. Pemimpin mendorong guru-guru dalam hal mengembangkan keterampilannya bertalian dengan usaha-usaha mereka untuk mencoba suatu metode yang baru, misalnya metode yang akan mendatangkan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
            Pemimpin demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri, is bersifat bijaksana di dalam pembagian pekerjaan dan fanggung jawab. Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terletak pada pundak dewan guru seluruhnya, termasuk pemimpin sekolah.  bersifat ramah-tamah dan selalu bersedia menolong bawahannya dengan memberi nasihat, anjuran, serla petunjuk jika dibutuhkan. Ia menginginkan supaya guru-gurunya maju dan berusaha mencapai kesuksesan dalam usaha mereka masing-masing. Di dalam kepemimpinannya, ia berusaha supaya bawahannya kelak dapat menjalankan tugasnya sebagai peminipin.
            Banyak perhatiannya yang dicurahkan untuk tugas pendidikan dan pengajaran. Acara rapat dewan guru ditetapkan bersama guru dan rapat tersebut dilaksanakan secara teratur serta tidak memakan waktu banyak. Ia dapat membagi waktu untuk rapat dengan efisien dan kedisiplinan tampak sekali di dalamnya. Kepala sekolah lebih mengutamakan kepentingan guru dari pada kepentingan sendiri.
            Di bawah kepemimpinannya guru-guru bekerja dengan suka cita untuk memajukan pendidikan di sekolah. Semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dipikirkan dan disepakati bersama. Akhirnya, terciptalah suasana kekeluargaan yang sehat dan menyenangkan. Pemimpin sekolah dianggap sebagai seorang bapak, saudara, atau kakak yang dapat menempatkan diri sesuai dengan kondisi dan keadaan Iingkungannya.
 
 
Model-model Kepemimpinan
 
a. Model Kepemimpinan Transaksional;
 
1. Pengertian
            Pemimpin Transaksional (Transactional Leaders) adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntunan tugas.
 
2. Dalam kepemimpinan transaksional, pemimpin menentukan apa yang perlu dikerjakan bawahan untuk rnencapai tujuan, mengklasifikasikan keperluan tersebut dan membantu bawahan menjadi percaya diri bahwa mereka dapat mencapai tujuan itu.
 
3. Karakteristik pemimpin transaksional:
 
a. Imbalan tergantung;
            Mengontrakkan pertukaran imbalan untuk upaya, menjanjikan imbalan untuk kinerja yang baik, mengakui prestasi.
 
b. Manajemen dengan pengecualian (aktif);
            Manajemen berdasarkan prinsip pengecualian ( management by exception / MBE), dimana menjaga dan mencari penyimpangan dan aturan dan standar (penyimpangan sisdur), dan mengambil tindakan koreksi.
 
c. Manajemen dengan pengecualian (pasif); Hanya ikut campur jika standar tidak dipenuhi.
 
d. Laissez Faire; Melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan.
 
 
b. Model Kepemimpinan Transformasional
 
1. Pengertian:
            Pemimpin Tranformasional (Transformational Leaders) adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan pada para bawahan atau pengikut.
 
2. Dalam kepemimpinan Transformasional:
            a. Pemimpin yang mengilhami para pengikut untuk lebih mementingkan kepentingan diri mereka sendiri demi kebaikan organisasi, dan yang mampu memberikan efek yang mencolok dan luar biasa pada diri pengikutnya.
 
            b. Pemimpin yang lewat visi dan energi pribadi, memberi inspirasi para pengikutnya dan mempunyai dampak besar pada organisasi.
 
3. Karakteristik Pernimpin Tranformasional:
 
   a. Karisma; Memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, memperoleh respek dan kepercayaan.
 
    b. Inspirasi; Mengkomunikasikan harapan yang tinggi, rnenggunakan lambang-lambang untuk memfokuskan upaya, mengungkapkan maksud-maksud penting dalam cara yang sederhana.
 
     c. Ransangan Intelektual; Menggalakkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang teliti.
 
     d. Pertimbangan yang diindividualkan; Memberikan perhatian pribadi, mempelakukan tiap karyawan secara individual, melatih, menasehati.
 
4. Dalam penelitian rnenunjukkan bukti yang mendukung keunggulan kepemimpinan transformasional terhadap varietas kepemimpinan transaksional luar biasa mengesankan. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional, maka kepemimpinan transformasional lebih erat dengan tingkat keluarnya karyawan yang rendah, produktivitas yang tinggi, dan kepuasan karyawan yang lebih besar.
 
 
Sumber : http://rasyidalmurtadlo.blogspot.co.id/2012/07/kepemimpinan-demokratis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar