Adalah Prof. DR. Ir. H. M. Nurdin Abdullah, M.Agr, seorang bupati di
Bantaeng, sebuah kabupaten bagian selatan yang berjarak 120 km dari
pusat kota Makassar. Pria kelahiran Pare-Pare, 7 Feb 1963, ini selalu
menunjukkan kesungguhannya jika menghadapi suatu masalah. Ia berharap,
camat, dan lurah yg menjadi mitranya melayani masyarakat bisa mencontoh
hal itu.
Sejak lepas shalat subuh, warga dapat dgn mudah bertemu Bupatinya
tanpa protokoler yg rumit. Bahkan dgn bebasnya masyarakat dapat
mencurahkan segala keluh kesah mengenai berbagai permasalahan. Di rumah
dinas dan rumah pribadi Nurdin, siapa pun bebas masuk tanpa ada
hambatan, baik untuk mengadu atau sekadar mengusulkan program. Saat
menerima pengaduan warganya, bupati bergelar profesor Ilmu Kehutanan
Universitas Hasanudin ini sesegera mungkin menyelesaikannya dgn
melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
“Selama 6 tahun ini, sudah banyak pejabat yg saya copot, seperti
Kepala Badan Kepegawaian Daerah sudah berganti 4 kali, wakil bupati saya
itu beberapa kali ikut lelang jabatan”.
Ketika pertama kali memenangi Pemilukada Bantaeng 2008 lalu, mantan
CEO sejumlah perusahaan di Jepang ini bergerak cepat. Ia blusukan hingga
ke kampung2 menemui warga. Tak mengherankan bila mulai dari anak2
sampai orang tua sangat dekat dan bersahabat dgn pemimpin daerahnya itu.
Ia senantiasa ingin mencari tahu akar masalah langsung ke sumbernya.
Jika sudah tahu penyebabnya, dgn cepat ia mengambil tindakan. Bekerja
dgn fokus, itulah kunci keberhasilannya.
Seluruh kepala dinas dilarang memakai sepatu mahal karena beliau
tidak ingin pejabatnya tampil mewah sekaligus sayang jika sepatunya kena
lumpur karena mahal. Jadi jangan harap anda melihat pejabat di Bantaeng
memakai sepatu pantofel yg mengkilat. Mobil dinas yg dipakai Kadis
hanya Toyota Avanza, sementara beliau sendiri menggunakan Toyota Innova.
Untuk keperluan di luar dinas, Beliau menggunakan mobil pribadinya
Crown th 2000.
Bupati yg menjunjung tinggi filosofi Jepang pantang berbohong,
disiplin, sesuai kata dan perbuatan ini juga berhasil membenahi sistem
pelayanan kesehatan warganya. Warga Bantaeng paling dimanjakan untuk
pelayanan kesehatan. Jika ada warga yg sakit, cukup menelpon Brigade
Siaga Bencana (BSB ) di 113 atau 0413-22724 / 0413-21408 maka dalam
waktu kurang dari 20 menit dokter serta perawat bersama ambulans gratis
akan segera menjemput pasien di rumahnya. Pasukan ini mampu menurunkan
angka kematian ibu melahirkan menjadi NOL dari sebelumnya 12/100.000
kematian per tahun. BSB siaga 24 jam dgn 20 dokter, 16 perawat dan 8
unit mobil ambulans berfasilitas emergency. Selain itu, BSB Bantaeng
juga menyiagakan 11 unit mobil pemadam kebakaran berstandar
Internasional, yg kemampuannya melebihi armada yg dimiliki Dinas Damkar
Makassar. Bahkan, mobil ambulans milik Pemkab Bantaeng kerap dipinjamkan
di kabupaten tetangga bilamana ada pasien yg akan dirujuk ke Makassar.
Selain itu pula, Nurdin yg menguasai 3 bahasa asing, Inggris, Jepang dan
Cina ini berhasil meyakinkan pemerintah pusat untuk menggelontorkan
dana sekitar Rp 120 miliar untuk membangun gedung rumah sakit 8 lantai
berstandar internasional.
Networking-nya yg terjaga baik, terutama dgn Jepang, membuat berbagai
bantuan dgn mudah didapatnya. Ambulans dan mobil pemadam kebakaran
adalah di antaranya. 8 unit ambulans dan Damkar, semuanya diperoleh dari
Jepang. Sistem pelayanan di BSB, diadopsinya dari Jepang meski tidak
seluruhnya. Berkat mapannya pelayanan kesehatan di daerah berjuluk Butta
Toa atau Tanah Tua ini, BSB Bantaeng masuk nominator United Nations
Public Service Award, yg dibawahi PBB. BSB Bantaeng sengaja ditunjuk
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara mewakili Indonesia. Penataan
Kota Bantaeng yg dulu terkenal dgn semak belukar kini menjadi kabupaten
dgn “sejuta” tempat wisata indah. Bahkan Belia bercita-cita menjadikan
Bantaeng “Singapura” di Indonesia. Karena itu sebagian besar pusat
pemerintahan dan fasilitas pelayanan publik dipindahkan di daerah
pantai.
Dahulu, Bantaeng hanya dipandang sebelah mata dibanding 23 kabupaten
di Sulsel. Orang-orang yang akan menuju 6 kabupaten di sisi selatan
Sulsel ini hanya mampir sejenak atau bahkan melintas begitu saja.
Sepertinya tak ada hal menarik untuk disinggahi. Namun, sejak 2009,
Bantaeng menjadi daerah yg cukup menonjol. Bantaeng menjadi destinasi,
bukan lagi tempat transit. Investor kelas dunia berdatangan ke kabupaten
yang jaraknya 120 kilometer dari Makassar ini.
Penyebabnya, kini Bantaeng memiliki sejumlah ikon yg membuatnya
menonjol dibanding daerah2 lain di Sulsel. Contohnya, tak banyak yg
menyangka jika berbagai tumbuhan seperti stroberi, apel, durian bisa
tumbuh subur di pegunungan Bantaeng. Juga tak pernah terbayangkan jika
di daerah ini bisa menjadi penghasil benih unggul yg menaikkan tingkat
ekonomi masyarakatnya terutama petani.
Daerah ini pun tumbuh dgn berbagai industri pengolahan. Di bidang
industri pengolahan hasil pertanian, Bantaeng sukses merintis pengolahan
hasil pangan sekaligus pengepakannya. Hasil-hasilnya pun kini sudah
diekspor ke berbagai negara, khususnya Jepang dan Cina. Selain itu,
industri pengalengan hasil laut pun berkembang di daerah ini.
Bangkitnya industri di daerah ini cukup mengagumkan karena Bantaeng
bukan daerah tambang yg bisa dgn cepat mengundang investor. Bantaeng
adalah daerah pertanian sehingga butuh waktu cukup lama untuk bisa
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Namun, hal itu tak menjadi masalah bagi Bupati Nurdin Abdullah. Ia
berhasil mendatangkan investor asing, tercatat dari Jepang, Cina, dan
Korea.
Dengan perubahan dan pembangunan yg terus bergerak itu, tak
mengherankan jika banyak daerah yg berkaca pada daerah ini. Banteng
menjadi “laboratorium” pilihan 104 kabupaten kota di Indonesia yg
melakukan studi banding di daerah itu selama 2014.
Meski tak menutup peluang masuknya investor asing, di tangan Nurdin,
pembangunan di Bantaeng senantiasa mengutamakan kearifan lokal. Guru
Besar Universitas Hasanuddin ini belum berpikir untuk membangun mal di
Bantaeng. “Biarkan perekonomian masyarakat dulu yg tumbuh, baru kita
bangun yg lain,” ujar alumni Universitas Kyushu, Jepang, ini.
Sebagai orang berlatar belakang pertanian, tekadnya bulat ingin
meningkatkan kesejahteraan petani. Menurutnya, jika dulu petani jagung
menanam jagung dan menjual jagung, sekarang petani jagung tak hanya
menjual jagung, tapi juga benihnya. Penjualan benih itu mendongkrak
penghasilan petani menjadi berlipat-lipat. Ia mencontohkan, jika sekilo
jagung dijual dengan harga Rp 2.000, dgn menjual benih, penghasilan yg
diperoleh bisa Rp 50 ribu per kilo.
Saat ini, produksi benih yg dikembangkan masyarakat Bantaeng ada
berbagai jenis. Jumlahnya mencapai lima ton per tahun. “Dan semuanya
adalah benih unggulan yg sudah melalui uji coba dan penelitian terpadu,”
ujarnya.
Penanganan banjir di Bantaeng adalah salah satu masalah yg sukses
dipecahkannya. Di masa putaran akhir kampanye sebelum ia terpilih
sebagai bupati, Nurdin mendapati rumah jabatan bupati terendam banjir.
Setelah terpilih, ia menargetkan, banjir yg menghantui warga Bantaeng
setiap tahun harus ia selesaikan dalam waktu dua tahun. Untuk melihat
langsung permasalahan tsb, Nurdin Abdullah turun langsung mencari titik
air penyebab banjir di saat hujan deras menyusuri anak sungai sampai
sekitar 6 jam. Survei dan kajian yg melibatkan pakar dari berbagai
kampus melahirkan solusi berupa pembangunan cek dam seluas 5 Ha.
Pembangunan cek dam itu dipantaunya langsung. Maka, ketika hujan turun,
Nurdin pasti tak berada di rumah. Ia memilih memantau kondisi di
lapangan tanpa peduli meski tengah malam sekalipun. Kehadiran cek dam
memang berhasil mengatasi banjir di wilayah itu sampai saat ini. Bahkan,
Cek dam ini juga menjadi sumber air baku PDAM Bantaeng dan sekaligus
irigasi untuk pertanian dan perkebunan warga yg sebelumnya hanya lahan
tadah hujan.
Yang penting baginya, sistem harus diciptakan dan tertata bagus.
Sebab, jika sistem sudah bagus, siapa pun yg akan memimpin Bantaeng
kelak tinggal meneruskannya. Hal itulah yg dirintisnya sejak awal hingga
tahun kedua memimpin Bantaeng. “Setahun dua tahun boleh bergantung pada
bupati, tapi tahun ketiga kita harus bergantung pada sistem yg kuat,”
katanya.
“Kami normalisasi sungai dan drainase lalu membangun cek dam, membangkitkan petani dgn ketersediaan pupuk, benih unggulan dan irigasi pertanian di daerah-daerah terisolir dan menggeliatkan perekonomian Bantaeng dgn membuka pintu masuk bagi para investor,” ujar Nurdin
Mantan Presiden Direktur PT Maruki Internasional Indonesia ini
membuka kesempatan bagi para investor kelas dunia untuk berbisnis di
Bantaeng. Nurdin menyiapkan lahan sekitar 1.000 hektar di daerah
Pajjukukkang yg tuntas di th 2015 untuk pabrik smelter yg dibangun
investor Jepang, Cina dan India. 2.000 hektar untuk relokasi industri
dari Jepang. Bahkan rencananya akan dibangun sekolah mekanik Asia
Pasifik kerjasama dgn Toyota serta BLK dgn standar internasional.
“Triliunan uang investor masuk ke Bantaeng tanpa ada pungutan sepeser
pun. Kita menerapkan pelayanan one day service. Proses perizinan
selesai dalam sehari tanpa pungutan. Investor kita jemput di bandara
lalu kita antar sampai ke Bantaeng. Kta mengelola keuangan daerah secara
terbuka dan transparan, buktinya tidak ada pejabat saya yg korupsi.”
Di tahun pertama kepemimpinannya, bupati berusia 50 tahun ini
melakukan pembenahan dan peningkatan kapasitas aparat-aparatnya dgn
menerapkan pola assesment dgn melibatkan Universitas Indonesia dan
Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jatinangor. Sistem lelang jabatan di
kepemimpinan Nurdin sudah dilakukan sejak 2009, jauh lebih awal
dibandingkan yg dilakukan Jokowi sebagai Gubernur DKI.
Di periode pertama, Nurdin berhasil duduk sebagai bupati dgn raihan
suara 46 persen, meskipun tanpa kampanye yg meriah. Nurdin yg
‘pulang-kampung’ demi amanah almarhum ayahnya, berhasil mengungguli para
kandidat yg sudah lama berkiprah di Bantaeng. Di periode kedua, tanpa
kampanye dan atribut, Nurdin melenggang dgn meraih suara 84 persen dalam
Pilkada 2013 silam.
Di kepemimpinan alumni fakultas pertanian Universitas Kyushu di
Jepang ini, perekonomian Bantaeng tumbuh dari 5,3 persen menjadi 8,9
persen pertahun serta berhasil meningkatkan indeks pendapatan perkapita
warga Bantaeng dari Rp 5 juta menjadi Rp 14,7 juta.
Nurdin berhasil memajukan kembali varietas sayuran, buah dan hasil2
perikanan, dgn konsep Agri-Marine Economy. Berkat kemajuan perekonomian
di Bantaeng, terjadi arus balik warga Bantaeng yg merantau di luar,
serta bertambahnya penduduk yg bermigrasi ke Bantaeng.
Selama 6 tahun kepemimpinannya, Bantaeng menyabet lebih dari 50
penghargaan tingkat nasional, termasuk 4 kali berturut-turut piala
adipura yag sebelumnya tidak pernah didapatkan, 3 tahun berturut-turut
meraih Otonomi Award dan berhasil memenangkan Innovative Government
Award (IGA) th 2013 yg diadakan Kementerian Dalam Negeri.
Bagi Nurdin, ia tidak mau berorientasi pada piagam penghargaan
semata, tanpa dibarengi karya nyata yg dirasakan warganya. Menurut
Nurdin, berkat caranya memimpin Bantaeng dgn menggunakan hati, Bantaeng
kemudian jadi terkenal dan jadi sering kedatangan tamu dari pemda di
Indonesia untuk melakukan studi banding, termasuk pula sering diundang
pemerintah Jepang dan China untuk melakukan benchmarking.
Berkat kepiawaiannya memimpin, nama Nurdin termasuk 19 tokoh
alternatif oleh Komunike Bangsa Peduli Indonesia (KBPI) yg digagas
pengusaha senior Sofjan Wanandi. Nama Nurdin dijadikan figur capres
alternatif, sejajar dgn nama tokoh bereputasi seperti Jusuf Kalla,
Khofifah Indar Parawansa, Chairul Tanjung, Walikota Bandung Ridwan
Kamil, dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
“Saya terkejut sekaligus senang dijadikan figur capres alternatif.
Sebagai anak bangsa, saya siap untuk menyumbangkan pikiran dan tenaga
untuk kemajuan bangsa. Namun saat ini saya masih fokus untuk memimpin
Bantaeng. Tunggu mapan dulu daerah saya baru lompat ke pusat, saat ini
masih dalam proses, bila masanya nanti akan tiba saya akan siap bila
dibutuhkan,” tutup suami dari Listiaty Fachruddin ini.
sumber :http://beritabroadcast.web.id/bupati-pertama-bergelar-profesor-ini-sukses-bikin-bantaeng-mentereng/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar