Kamis, 31 Maret 2016

PERINTAH PRESIDEN UNTUK BERANTAS NARKOBA

Angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia yang mencapai kurang lebih 5 juta jiwa merupakan fenomena gunung es. Belum lagi kondisi geografis Indonesia yang terbuka dan jumlah penduduk yang besar. Ini merupakan peluang bagi sindikat narkoba internasional.
Mereka dapat masuk ke Indonesia karena banyaknya pintu masuk semacam 'jalur-jalur tikus'. Sementara itu, jumlah penduduk yang besar dijadikan pasar terbesar di Asia Tenggara.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo pada hari ini, Rabu, 24 Februari 2016, mengadakan rapat terbatas guna membahas masalah narkoba. Dalam ratas yang dilaksanakan di Kantor Presiden, Jakarta, Presiden mengatakan, " Saya ingin agar ada langkah-langkah pemberantasan narkoba yang lebih gencar lagi, yang lebih berani lagi, yg lebih gila lagi, yg lebih komprehensif lagi dan dilakukan secara terpadu,” kata Presiden. 
Pertama, sektor, seperti BNN, Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai , harus bergerak bersama, bersinergi. "Semua kementerian lembaga menghilangkan ego sektoral, semuanya keroyok rame-rame," kata Presiden.
Kedua, nyatakan perang terhadap bandar dan jaringan narkoba. “Tapi juga penanganan hukum itu harus lebih keras lagi, lebih tegas lagi pada jaringan-jaringan yang terlibat,” tegas Presiden.
Ketiga, tutup semua celah penyelundupan narkoba karena narkoba ini sudah merasuk ke mana-mana. “Tutup celah semua penyelundupan yang berkaitan dengan narkoba di pintu-pintu masuk, baik di pelabuhan maupun Di bandara maupun di pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada di negara kita,” ujar Presiden.
Keempat, Presiden meminta agar digencarkan kampanye kreatif bahaya narkoba dan kampanye ini utamanya menyasar generasi muda.
Kelima, perlu ditingkatkan pengawasan yang ketat pada lapas sehingga Lapas tidak dijadikan pusat penyebaran dan peredaran narkoba. “Sudah saya sampaikan kepada Kepala BNN bahwa pengawasan yang sangat ketat terhadap Lapas, terutama Lapas narkoba itu betul-betul harus dilakukan," tegas Presiden. Bahkan Presiden meminta agar dilakukan pengecekan secara rutin di lapas-lapas tersebut. “Saya kira mungkin bisa sebulan dua kali, sebulan sekali lapas itu harus dicek secara mendadak baik oleh BNN dengan Polri dan dibackup oleh TNI. Karena menurut saya peredaran di situ mungkin lebih dari 50% peredaran yang ada,” ucap Presiden.
Keenam, terkait rehabilitasi penyalahgunaan dan pecandu narkoba. program rehabilitasi harus  berjalan efektif sehingga rantai penyalahgunaan narkoba bisa betul-betul terputus. 

Sumber : http://www.bnn.go.id/read/pressrelease/15317/enam-perintah-presiden-untuk-berantas-narkoba

Rabu, 30 Maret 2016

BUPATI MONCEERRR !!!


Indonesia saat ini lagi "musim" PILKADA yang akan dilaksanakan di beberapa daerah kabupaten kota sampai tingkat provinsi.  kali ini kami menyajikan beberapa kepala daerah yang dianggap "moncer" dalam kebijakkan dan terobosannya.  beberapa tokoh kepala daerah ini mungkin mampu menginspirasi calon-calon kepala daerah yang akan bertarung atau bagi kepala daerah yang sedang menjabat.  beberapa tokoh tersebut adalah sebagai berikut:

TRI RISMAHARINI
 
Nama Tri Rismaharini digadang-gadang ikut memanaskan Pilgub DKI 2017. Wali Kota Surabaya ini dinilai sebagai sosok berhasil dalam karir pemimpin daerah.
Di periode kedua, Risma berpasangan dengan Wisnu Sakti Buana. Bersama Wisnu, Wali Kota perempuan pertama di Surabaya ini terpilih kembali dengan meraih kemenangan mutlak sebesar 893.087 suara atau 86,34 persen dari total keseluruhan suara di Pilkada 2015.

Selama memimpin Surabaya, Risma berhasil membuat terobosan dengan berbagai pencapaian prestasinya. Salah satunya yang dikenal dan sepertinya sulit dilupakan adalah keberhasilan menertibkan lokalisasi Gang Dolly. Deretan prestasi lain yang dicapai seperti diantaranya Bung Hatta Anti Corruption Award sampai membangun sistem e-goverment di Surabaya. Perempuan 54 tahun ini pernah dinobatkan sebagai salah satu wali kota terbaik di dunia.


YOYOK RIYO SUDIBYO

Berlatar belakang sebagai prajurit TNI, Yoyok Riyo Sudibyo mengukir catatan keberhasilan saat memimpin Kabupaten Batang. Yoyok dikenal sebagai bupati yang punya pemikiran penguasaan tata kelola pemerintahan dan keuangan, serta birokrasi.
Pencapaian Yoyok tak main-main. Kabupaten Batang yang sebelumnya tak punya prestasi disulapnya menjadi salah satu daerah terbaik dalam pengelolaan anggaran. Prestasi setahun lalu yang mendapatkan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) 2015 menjadi buktinya.

Selama memimpin Batang, Yoyok mempraktikan keterbukaan dalam anggaran serta pembangunan. Untuk pelayanan publik, dia menjadikan sektor ini sebagai prioritas. Misalnya, ia pernah menggandeng Ombudsman RI untuk peningkatan layanan publik seperti lelang jabatan.

Gaya khas yang dikenal dari Yoyok adalah tampilan yang sederhana. Sikap yang suka membaur dilakukan mantan tentara berpangkat mayor (purn) itu membuat masyarakat Batang mengenal lebih dekat. Contohnya, ia sering menggunakan sepeda hanya saat mampir ke masjid untuk salat berjamaah. Rumah dinas pribadinya pun dibuka untuk masyarakat yang ingin mengadukan masalah.

Keberhasilan Risma memimpin Surabaya menjadi tolak ukur Yoyok. Dia pun tak sungkan untuk mencontoh sistem layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) yang sudah dilakukan Risma terlebih dulu. Dalam waktu dekat, LPSE Batang meraih penghargaan standar ISO 27001.


SUYOTO

Sebelum menjabat bupati, Bojonegoro dianggap sebagai daerah yang rawan kemiskinan dan rawan gempa. Tapi, setelah Kang Yoto masuk, Bojenegoro disulap menjadi satu daerah dengan pertumbuhan pesat di Jawa Timur.
Keberhasilan yang dilakukan Suyoto antara lain mampu mengurangi angka kemiskinan. Pada tahun 2013, Bojonegoro masuk 10 kabupaten di Jawa Timur yang mampu mengurangi kemiskinan dengan cepat. Saat itu, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bojonegoro berada di atas Pemprov Jawa Timur.

Mantan dosen serta rektor ini juga mampu membangun partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan bencana. Seperti diketahui, Bojonegoro merupakan salah satu daerah rawan bencana di Jawa Timur. Salah satunya yang kerap melanda adalah bencana banjir.

Dianggap berhasil, Suyoto sering diundang dalam berbagai acara untuk berbagi pengalaman dalam mengelola local governance.

Di periode kedua, Suyoto berpasangan dengan Setya Hartono. Pasangan yang dikenal dengan duet ToTo di Pilkada 2012 ini menggungguli empat pasangan lainnya. Dengan meraih perolehan suara sebanyak 320.536 (44,34%), pasangan ToTo akhirnya dilantik pada 12 Maret 2013.


DEDI MULYADI

Sebagai kepala daerah, Dedi dikenal sebagai sosok yang sederhana dalam memperkenalkan budaya khas Sunda.
Pria 44 tahun ini merupakan kepala daerah yang doyan belusukan untuk menemui warganya. Ia juga sering mengeluarkan kocek pribadinya untuk membantu warganya yang kesulitan secara ekonomi.

Salah satu keberhasilan Dedi adalah dengan mendapatkan penghargaan sebagai kepala daerah inovatif sebanyak dua kali. Dedi juga mendapatkan penggargaan dari KomnasHAM sebagai kepala daerah yang bisa menjaga toleransi.

Kemudian, dia juga dekat dengan warganya karena rumah dinas pribadinya yang ditempati bebas dikunjungi wargamnya. Dari situ, Bupati Dedi bisa mendengarkan persoalan warganya.

Keberhasilan Bupati Dedi lainnya yaitu menerima penghargaan atas penyelenggaraan Perijinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal untuk kategori Kabupaten terbaik ke tiga. Penghargaan tersebut di berikan pada November 2010. Lalu,  Kabupaten Purwakarta juga meraih Penghargaan Presiden RI dalam Pencapaian Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) di atas 5%, di Lombok NTB, pada Oktober 2010.

Saat ini, merupakan periode kedua Bupati Dedi memimpin Purwakarta. Diperiode pertama 2008-2013, ia berpasangan dengan Dudung B. Supardi. Di periode selanjutnya, Dedi kembali terpilih menjadi Bupati Purwakarta Periode 2013-2018 berpasangan dengan Dadan Koswara.


NURDIN ABDULLAH

Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah merupakan salah satu kepala daerah berprestasi karena berhasil menjadikan daerah tersebut dengan pertumbuhan ekonomi yang fantastis. Di tangan Nurdin, sektor ekonomi Bantaeng menggeliat.
Pria dengan gelar profesor agrikultur ini juga bisa memperbaiki bidang kesehatan masyarakat Bantaeng. Terobosan yang dimiliki Nurdin adalah membuat program ambulans keliling yang bisa menyambangi rumah pasien dengan menghubungi call center 113.

Prinsipnya, ia hanya ingin ada peningkatan Bantaeng menjadi daerah dengan lingkungan lebih sehat. Program ini direspon warga secara antusias. Bantaeng yang awalnya tak dikenal, kini disulap Nurdin menjadi salah satu daerah yang punya prospek di Sulawesi Selatan.

Di sektor ekonomi, Bantaeng punya perkembangan industrinya. Pengolahan hasil pertanian menjadi salah satunya. Peningkatan produksi pertanian ini membantu kenaikan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Kini, petani Bantaeng punya kebanggaan dalam hasil produksinya.

Keberhasilan Nurdin mengubah wajah Bantaeng dari daerah tertinggal menjadi perekonomian maju di Sulsel menuai berbagai penghargaan. Penghargaan dari berbagai media massa sebagai tokoh kepala daerah inovatif menjadi salah satu buktinya.


ABDULLAH AZWAR ANAS

Kabupaten Banyuwangi tak bisa dilepaskan dari sosok Bupati Abdullah Azwar Anas. Sosok 42 tahun ini dianggap sukses mengubah tata pemerintahan daerah Banyuwangi.
Terobosan yang dilakukan Anas antara lain dengan penerapan e government untuk setiap bidang pemerintahan. Kelebihan Anas yang sudah memasuki 2 periode adalah kemampuan menarik investor ke Banyuwangi.

Sebagai bupati, Anas juga merangkap sebagai marketing untuk memasarkan daerah yang dipimpinnya. Meski demikian, ia tetap memperhatikan sistem tatanan masyarakat Banyuwangi. Seperti misalnya tak akan menggusur pasar tradisional hanya untuk sebuah mall.

Keberhasilan Anas juga terlihat di sektor pariwisata Banyuwangi. Meningkatnya sektor pariwisata membuat prospek potensial Banyuwangi sebagai destinasi wisata. Awal tahun 2016, kabupaten berjuluk The Sunrise of Jawa itu berhasil meraih penghargaan dari PBB yaitu UNWTO Award for Excellend and Innovation in tourism untuk kategori inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola.

Beberapa program daerah yang dibuat Anas membuat pendapatan asli daerah (PAD) Banyuwangi terus meningkat dengan pertumbuhan di atas 6 persen.

Dengan basis kekuatan Nahdatul Ulama (NU) di Banyuwangi, Anas merupakan tokoh yang dekat dengan kalangan ulama.


MUHAMMAD RAMDHAN POMANTO

Meski menjadi Wali Kota Makasar sejak 8 Mei 2014, Mohammad Ramdhan Pomanto atau Danny Pomanto terus mengupayakan terobosan. Walikota berusia 52 tahun ini terus coba melakukan pembenahan dalam memimpin kota Makasar.
Berlatar belakang arsitek serta dosen, Danny punya beberapa program untuk kemajuan Makasar. Mulai dari pertanian, kesehatan, program untuk masyarakat Makasar terus diupayakan ditingkatkan. Misalnya sektor pertanian dengan program cocok tanam melalui hidroponik dinilai berhasil.

Sektor pertanian masih menjadi prioritas di Makasar. Prinsipnya bila pertanian ditingkatkan maka otomatis pencapaian ekonomi meningkat.

Kemudian, Pemerintah Kota Makasar terus aktif dalam melakukan sosialisasi terhadap jajarannya terkait laporan keuangan. Instruksi ini langsung diberikan kepada camat, lurah sebagai pejabat pemerintah agar Makasar bisa meraih predikt wajar tanpa pengecualian dari BPK.

Lalu, Pemkot Makasar di bidang kesehatan juga punya program tambahan seperti Puskesmas Pembantu dengan pelayanan telemedicine disertai homecare di mana petugas kesehatan datang ke rumah jika warga membutuhkan pertolongan pertama.


Sumberhttp://news.detik.com/berita/3176362/miliki-potensi-tantang-ahok-di-pilgub-ini-prestasi-7-kepala-daerah/5



Sabtu, 26 Maret 2016

Bapak Bank untuk Rakyat Miskin

“Membuat orang lain bahagia itu kebahagiaan luar biasa.”


Sufia Katun, ibu dari Muhammad Yunus, selalu membantu setiap orang miskin yang mengetuk pintu rumah mereka, baik itu sekadar meminjamkan barang ataupun uang. Pemandangan masa kecil Yunus inilah yang menginspirasinya untuk memberantas kemiskinan di Bangladesh dan akhirnya diganjar penghargaan Nobel.

Muhammad Yunus lahir 28 Juni 1940 di desa Bathua, Bengal Timur. Ia berasal dari salah satu keluarga mampu di desanya karena ayahnya, Hazi Dula Mia, merupakan penambang emas sukses dan mendorong anak-anaknya untuk sekolah setinggi langit. Sebagai salah satu keluarga berkecukupan, tak jarang keluarganya sering didatangi orang untuk meminta bantuan.

Masa kecil Yunus dihabiskan di desa hingga pada 1947 keluarganya pindah ke kota Chittagong karena bisnis perhiasan ayahnya maju pesat. Otak Yunus sangat cemerlang hingga pada 1965 ia mendapatkan beasiswa PhD bidang ekonomi di Vanderbilt University Graduate Program in Economic Development (GPED).

Lulus kuliah di AS, ia bergabung sebagai pengajar di Chittagong University dan menjadi salah satu ekonom Bangladesh. Pada 1974, Profesor Yunus bersama para mahasiswanya berkunjung ke desa Jobra, salah satu desa miskin dan mewawancarai seorang wanita yang membuat kerajinan dari bambu.

Dari wawancara tersebut, ia menemukan bahwa seorang pengrajin bambu membutuhkan pinjaman uang dengan jumlah kecil untuk membeli bambu. Bank-bank tradisional tidak mungkin memberikan pinjaman dengan jumlah kecil dengan bunga yang rendah.

Akhirnya, para pengrajin di sana kebanyakan meminjam uang melalui rentenir yang memberikan bunga 10 persen per minggu. Sistem ini membuat para lintah darat semakin kaya dan tidak membuat para masyarakat miskin memiliki bantalan ekonomi untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Saat itu, Yunus menyadari, ada sesuatu yang salah dari sistem ekonomi yang ia ajarkan. Akhirnya, ia berinisiatif untuk memberikan pinjaman dari kantongnya sendiri. Saat itu, Yunus memberikan pinjaman total US$27 kepada 42 orang perempuan di desa tersebut dan menghasilkan keuntungan US$0,2 per orang.

Ia menemukan, pinjaman dengan jumlah kecil dan bunga yang masuk akal tidak hanya membantu mereka bertahan hidup tetapi juga menimbulkan inisiatif para pelaku usaha untuk keluar dari jurang kemiskinan.

Pada 1976, Yunus mendapatkan pinjaman dari Janata Bank untuk memberikan pinjaman kepada orang miskin. Proyek Yunus ini berkembang pesat dan pada 1982 telah mencapai 28 ribu anggota. Semakin membesar, maka pada 1 Oktober 1983 Yunus bersama rekan-rekannya mendirikan Grameen Bank.

Grameen Bank yang berarti bank desa ini didirikan dengan berdasarkan prinsip-prinsip kepercayaan dan solidaritas. Grameen fokus untuk memberikan pinjaman untuk masyarakat miskin, khususnya kaum perempuan, dengan jumlah kecil dan dengan bunga yang rendah.

Namun, langkah Yunus ini mendapatkan berbagai tantangan, bahkan dari pemuka agama konservatif yang menyatakan haram menerima uang dari Grameen. Namun, Yunus pantang menyerah untuk memberantas kemiskinan di negaranya.

"Ketika kami merancang kredit mikro, tujuannya adalah untuk membantu orang keluar dari kemiskinan, tetapi beberapa orang menjauh dari motivasi tersebut. Namun, kami yakin menjangkau kelompok orang yang miskin, para wanita, mereka semua dapat bekerja jika diberikan kepercayaan," katanya saat wawancara eksklusif dengan New York Times April 2013 lalu.

Ia menggunakan sistem kelompok solidaritas, yaitu membentuk berbagai kelompok kecil informal untuk bersama-sama mendapatkan pinjaman dan para anggotanya bertindak sebagai mitra penjamin sesamanya agar setiap anggota mendukung satu sama lain untuk membayar pinjaman dan meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan ekonomi keluarga.

Hasilnya luar biasa, Grameen Bank saat ini memiliki 8,4 juta peminjam di mana 96 persen di antaranya adalah perempuan. Ia juga mengembangkan berbagai inisiasi untuk rakyat miskin seperti Grameen Phone, operator seluler terbesar di Bangladesh yang sebagian besar pelanggannya merupakan rakyat miskin.

"Menghasilkan uang merupakan kebahagiaan dan merupakan pencipta semangat yang luar biasa," kata Yunus di depan miliuner dunia yang diselenggarakan PBB awal bulan Juli 2013.

"Namun membuat orang lain bahagia itu kebahagiaan luar biasa dan lebih menarik dari pada menghasilkan uang," ujar Yunus yang membuat para miliuner tercengang.

Usaha Yunus membangkitkan masyarakat miskin Bangladesh dari keterpurukan mendapatkan berbagai ganjaran, mulai dari penghargaan Nobel, Presidential Medal iofFreedom, Congressional Gold Medal dan lain-lain.

Yunus memang fokus memberdayakan perempuan miskin dan pengemis di negaranya tersebut untuk menjadi wirausaha.

"Saya pinjamkan uang ke wanita miskin sebesar US$30, dan saat mereka menerima uang tersebut ia bergetar, menggigil karena tidak percaya menerima uang sebesar itu seumur hidupnya. Dan saat ia merasa ada orang yang mempercayakannya menerima pinjaman uang, ia akan menjaga kepercayaan tersebut seumur hidupnya," kata Yunus.

"Dan kepada para pengemis, kami berikan pinjaman US$4-10 per orang. Saya katakan, uang ini dibelikan aksesoris dan makanan sehingga anda mempunyai barang untuk usaha," katanya.

Khusus untuk pengemis, Yunus menyatakan sekitar 25 ribu orang berhenti mengemis sepenuhnya karena mereka telah beralih menjadi penjual barang atau makanan dari pintu ke pintu yang sukses.

Untuk mengubah mental pengemis menjadi mental wirausaha tidaklah mudah. Namun, saat mereka diberikan kesempatan untuk mengubah hidupnya maka mereka akan mengerahkan seluruh kemampuan hidupnya. "Jangan paksa mereka untuk berhenti mengemis dalam semalam karena itu merupakan inti bisnis mereka," katanya.

Yunus menyebut model bisnisnya sebagai bisnis sosial, yang jauh dari sistem kapitalisme yang diartikan sebagai aktivitas manusia untuk mencari laba sebesar-besarnya. Yunus menempatkan bisnisnya dengan mengabaikan keuntungan pribadi dan fokus untuk mengembangkan manusia dan dunia.

"Perusahaan memperoleh laba, namun laba tetap dengan perusahaan. Pemilik hanya akan mendapatkan kembali investasi awal, tidak lebih. Saya tidak mengatakan untuk menjauh dari keuntungan, tetapi memisahkan dan menjalankan secara pararel," katanya.

Usahanya ini ditiru oleh berbagai lembaga keuangan dunia. Sekitar 40 negara di penjuru dunia membuat proyek yang mirip dengan Grameen Bank, termasuk Bank Dunia yang  memprakarsai skema pembiayaan Grameen Bank ke seluruh dunia.

Semakin populernya Yunus di Bangladesh dan dunia membuat pemerintah Bangladesh menjadi takut. Dilansir BBC, pada Maret 2011 lalu, bank sentral yang memiliki 25 persen saham di Grameen Bank memecat Yunus sebagai Direktur Pelaksana.

Bank Sentral mengatakan, profesor Yunus melanggar undang-undang pensiun dengan tetap memimpin Grameen Bank di usia 70 tahun, padahal batas wajib pensiun di Bangladesh 60 tahun.

Bank Sentral juga mengatakan Yunus tidak mendapatkan persetujuan pemerintah ketika ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana pada 1999 lalu. Media internasional menilai, pencopotan Yunus sebagai puncak pertikaian dengan pemerintah, di mana pada 2007 lalu Yunus berusaha membentuk partai baru.

Yunus berusaha melawan pencopotannya tersebut dengan mengajukan gugatan, yang ditolak oleh MahkamahAgung pada Mei 2011. Ia akhirnya menerima pemecatan dirinya namun tetap mengkritisi langkah pemerintah yang ia duga mau mengambil alih Grameen Bank.

"Sepertinya tujuan pemerintah mau mengambil alih Grameen Bank sepenuhnya. Mereka membentuk komisi dan mengusulkan saham peminjam bukanlah pemilik bank sebenarnya. Dewan Bank yang terdiri dari tiga wakil pemerintah dan sembilan wakil oleh peminjam diberhentikan oleh komisi karena aturan pemilihan dewan cacat," katanya.

Rekomendasi komisi pemerintah tersebut belum terjadi dan ia yakin para penduduk miskin yang merasakan manfaat langsung dari kehadiran bank dengan moto Bank for The Poor ini dapat melawan  rencana pemerintah. "Grameen  Bank dimiliki oleh 8,5 juta peminjam, dengan rata-rata memiliki lima anggota keluarga. Lebih dari 40 juta orang terlibat, dan mereka akan menang."



Sumber :  http://sorot.news.viva.co.id/news/read/435499-muhammad-yunus--bapak-bank-untuk-rakyat-miskin

ICW : CATATAN KRITIS TENTANG PILKADA

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdulah Dahlan
UU No.1/2015 Masih Rawan Politik Uang dan Praktek Korupsi dalam Pilkada


Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pemilukada) selama ini dinilai sangat melenceng dan mengotori proses demokrasi. Mulai dari politik uang yang dilakukan oleh para calon, tim sukses bayangan sampai masyarakat itu sendiri. Selain itu, penyalahgunaan fasilitas dari dana bansos yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat di daerah tersebut malah tidak sedikit yang dipergunakan untuk dana kampanye. Ditambah dengan lemahnya regulasi serta penegakan hukum di Indonesia untuk memberikan efek jera. Dengan proses yang sangat sebentar, diawal Februari lalu, DPR DI telah mengesahkan Perppu No. 1 Tahun 2014 menjadi UU No. 1 Tahun 2015  yang nantinya menjadi acuan penyelenggraan pemilihan kepala daerah Gubernur, Bupati, dan Walikota mendatang. Namun disayangkan, UU tersebut masih membuka celah akan kerusakan proses pemilukada yang tidak sehat dan rawan korupsi.

Hal ini menjadi keprihatinan ICW bahwa undang-undang tersebut seharusnya memperkecil ruang gerak para koruptor di daerah dan perusak darah demokrasi dalam memilih kepala daerah. Berikut wawancara Abdulah Dahlan selaku Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW


Apa saja permasalahan di Indonesia dalam penyelenggaraan kepala daerah selama ini?

Tepat menjawab beberapa persoalan pilkada yang terjadi selama ini beberapa permasalahanya seperti proses kontesasi yang tidak fear, sangat terkotori oleh praktek-praktek politik uang banyak terjadi. Selain itu, penyalahgunaan fasilitas pemerintah khususnya (program2 daerah dalam APBD) sering dipakai sebagai alat kemengan termasuk juga mesin birokrasi yang sering kali dipakai untuk alat kepentingan pilkada.

Proses Pilkada juga sering dibajak dengan elite lokal, di beberapa tempat misalnya daerah yang kuat dengan praktek politik dinasti (elite lokal yangmengusai daerah) hal tersebut sering terjadi. Biaya kampanye yang terlalu tinggi juga menjadi masalah besar dalam penyelenggaraan pilkada.

Dalam UU No. 1 tahun 2015 jika dilihat, poin apa saja yang menjawab permasalahan pelaksanaan Pilkada nantinya?

Bicara soal tingginya biaya pilkada maka revisi UU pilkada atas perppu yang sudah ada relatif menjawab, misalnya berapa instrumen kampanye, iklan kampanye, atribut kampanye tidak lagi dikeluarkan kandidat tetapi difasilitasi oleh negara (KPU Provinsi dan kabupaten/kota yang memfasilitasi) jadi seluruh kampanye iklan di media tidak lagi dikeluarkan oleh kandidat. Hal ini merupakan bentuk aklemasi, karena dengan dikeluarkanya biaya kampanye setidaknya dapat menekan biaya kontesasi yang dikeluarkan kontestan oleh kandidat. Maka diharapkan kandidat tidak terlalu banyak keluar biaya, karena jika terlalu banyak keluar biaya dalam pilkada dikhawatirkan ketika berkuasa ada ‘modal politik’ yang harus dikembalikan.

Selain itu, disisi lain hal baru dalam UU Pilkada ada pengaturan politik dinasti. Misalnya larangan kepada pihak yang mencalonkan jika masih berhubungan ataupun terafiliasi terhadap incumbent (pihak masih menjabat), Ini penting dalam mencegah pengaruh yang terlalu dominan dibeberapa tempat yang menggunakan pengaruh kekuasaan sebelumnya untuk menjadi kandidat.

Catatan penting apa saja yang menjadi kritis ICW dalam melihat UU No. 1 Tahun 2015 tersebut?

Dalam hal ini ICW melihat revisi tersebut belum menjawab secara substansi persoalan pilkada yang masih tersandera akibat politik transaksional negatif seperti politik uang yang marak dibeberapa pilkada. Seharusnya regulasi ini menjawab, dengan menutup ruang-ruang dalam melakukan politik transakisonal seperti politik uang dalam kontesasinya ataupun politik uang dalam proses pencalonanya atau kandidasi. “Ini tidak terlalu tegas dalam regulasinya, karena dalam norma politik uang revisi ini menduga pemilukada kedepan potensial terjadi money politic.  Revisi pengaturan malah ada langkah mundur kalau dibadingkan pengaturan politik uang dalam UU Pemda sebelumnya dipecah jadi UU pemilukada,” tegasnya. Mengacu pada UU No. 32/2004 subyek hukum para pelaku politik uang adalah semua pihak siapapun (barang siapa) dalam pengaturan UU Pilkada ini hanya melingkupi subyek hukum, melingkupi kandidat dan tim kampanye (lokalisir pelakuknya). Padahal dalam prakteknya politik uang justru terjadi pada kelompok tim resmi (tim sukses resmi yang terdaftar di KPU) melainkan oleh ‘tim bayangan’. Sebelumnya, ICW telah meminta dengan mengkomunikasikan ke DPR dan stakholder dalam revisi tersebut agar dalam pengaturan politik uang diberikan efek jera siapapun baik pelaku dan penerima. Hal ini bisa dinamakan norma suap bagi siapapun yang memberi dan menerima bisa dikenakan pidana politik uang. Ini penting dalam memberikan dampak pada publik pemilih ataupun yang dipilih bahwa politik adalah kejahatan dalam kontesasi pemilu pilkada bukan berkah.

Selain itu, politisasi program pemerintah (APBD) dana bansos dalam trend belanja program populis ada kenaikan dipergunakan dalam pilkada. Kenapa berbahaya karena kewenangan distribusi  besar terdapat di kepala daerah, terlebih kepala daerahnya yang bersangkutan sangat potensial melalui ruang kebijakan menjadi modal politik. Teorinya dalam beberapa pengaturan menyebutkan penggunaan. Namun prakteknya tidak cukup tegas di dalam sanksi administratif. Seyogyanya, sumber dana pemerintah yang bersumber dari APBD ditegaskan siapa yang melanggar dapat dikenakan sanksi pembatalan sebagai kandidat kjika terbukti. “Saat ini belum, lebih banyak sanksi pidana. Seharunya hal lain sebagai rumusan masuk, tetapi saat ini yang ada tidak menjawab permasalahan yang ada.

Apa Tanggapan ICW terkait dana kampanye pilkada yang dibiayai oleh pemerintah?

Dana kampanye di dalam UU No. 1 Tahun 2015 terdapat perbuahan yang mendasar. Pertama, biaya kampanye yang difasilitasi KPUD menggunakan sumber dana pemerintah, namun dana kampanye tidak diiringi oleh sanksi tegas. Dalam hal ini, metode kampanye yang dibolehkan misalnya jika terdapat kadidat yang membuat iklan sendiri apa sanksinya, hal itu tidak dirumuskan.
Kedua, KPUD baik provinsi maupun kabupaten kota sebagai pengawas di level penyelenggara apakah ada jaminan bahwa tidak ada keberpihakan kepada kandidat manapun. Misalanya waktu iklan kampanye yang tidak sama waktunya dan jumlahnya.

Secara keseluruhan, apakah UU No. 1 Tahun 2015 sudah menjawab permasalah Pilkada di Indonesia?

Problem substansional pilkada belum dominan di jawab dalam UU ini. karena dari hasil revisi ini tidak menggambarkan upaya serius baik pemerintah maupun DPR dalam menutup praktek-praktek yang membahayakan negara dan demokrasi dalam proses pemilu kepala daerah. Seperti halnya, mewaspadai dana-dana yang dilarang masuk dalam modal kampanye dan kemenangan. Karena selain APBD dana potensial lainya juga bersumber dari dana tidak jelas dan diragukan keabsahanya (money laundry). Mislanya dari pemodal sebagai penyongkong dan memiliki kepentingan di tingkat daerah seperti sumber  dayaalam dan tambang serta kebijakan bisnis yang dipastikanakan berpengaruh pada kebijakan daerah tersebut. Diperkiarakan pelaksanaan pilkada tidak akan banyak berubah. Karena regulasi tidak mencoba menjawab dan menutup masalah yang terjadi seperti  politik uang, ranah kebijakan pemerintah dana bansos melalui APBD, dan dana pemodal yang masuk dalam. Lemahnya penegakan hukum juga akan menjadi jalan lebar karena tidak diatur. Jangan sampai nantinya karena tidak diatur dalam regulasi menjadi alibi untuk dilakukan penegakan.

Apa pesan ICW, agar KPU melakukan perbaikan dalam pelaksanaan pilkada mendatang?

KPU harus mempersiapkan biaya kampanye yang harus disiapkan bagi masing-masing daerah. Karenanya formulanya masih kita tunggu. Hal ini, menjadi momentum KPU untuk menekan biaya kampanye yang terlalu besar dikeluarkan oleh kandidat selama ini. karennya, titik pencegahan korupsi bisa dimulai dari kontesasi pilkada gak perlu biaya tinggi.

Namun, permasalahan yang dihadapi kedepan, karena belanja iklan telah di biayai negara maka kandidat akan fokus membelanjakan uangnya untuk memperoleh suara. Meraka akan push uangnya untuk membeli suara. Karenanya pengawasan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) di tingkat kabupaten kota harus lebih tegas dan ditingkatkan dalam mencegah praktek politik uang.

Sedangkan dari pemantauan yang ada, Bawaslu dan Panwas tidak dapat menyelesaikan banyak kasus politik uang yang terjadi di pilkada. Dalam hal ini, kandidat yang menemukan kasus lebih memilih menyelesaikan di tingkat Mahkamah Konsitusi (MK). Karena tidak ada jaminan bahwa Bawaslu dan Panwas dapat menyelesaikan. Hal ini menandakan adanya tras terhadap penyelenggara pemilu, hal ini harus menjadi perhatin kedepanya.



Sumber :  http://www.antikorupsi.org/id/content/uu-no12015-masih-rawan-politik-uang-dan-praktek-korupsi-dalam-pilkada

Pemimpin Dan Rakyatnya

Pemimpin yang baik hanyalah untuk rakyat yang baik. Dan pemimpin yang buruk hanyalah untuk rakyat yang buruk.

Seorang khalifah dari dinasti Bani Umayyah mendengar perkataan buruk rakyatnya tentang khilafah yang dipimpinnya. Karena hal itu, sang khalifah mengundang dan mengumpulkan para tokoh dan orang-orang yang berpengaruh dari rakyatnya. Dalam pertemuan itu khalifah berkata, “Wahai rakyatku sekalian! apakah kalian ingin aku menjadi khalifah seperti Abu Bakar dan Umar?. Mereka pun menjawab, “ya”. Kemudian khalifah berkata lagi, “Jika kalian menginginkan hal itu, maka jadilah kalian seperti rakyatnya Abu bakar dan Umar! karena Allah Subhanahu wa ta’ala yang maha bijaksana akan memberikan pemimpin pada suatu kaum sesuai dengan amal-amal yang dikerjakannya. Jika amal mereka buruk, maka pemimpinnya pun akan buruk. Dan jika amal mereka baik, maka pemimpinnya pun akan baik. (Syarh Riyadh Al-Shalihin, Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin)
Sepenggal kisah diatas adalah peristiwa yang terjadi dalam lingkaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang didalamnya terdapat dua komponen penting, yaitu rakyat dan pemimpinnya. Pemimpin, sekaligus pemerintahannya memiliki kewajiban mengayomi dan melindungi rakyatnya, sekaligus wewenang untuk bertindak tegas demi terciptanya keberlangsungan hidup yang tertib, teratur dan aman. Sedangkan rakyat berkewajiban mentaati setiap peraturan dan kebijakan pemimpinnya.
Setiap rakyat akan selalu mendambakan pemimpin ideal yang bertanggungjawab melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan memenuhi setiap hak rakyat. Akan tetapi pemimpin yang didambakan tersebut bukan sesuatu yang ada begitu saja. Pemimpin ternyata juga sangat tergantung kepada seperti apa kualitas rakyat yang dipimpinnya. Kisah diatas merupakan penjelasan atas kenyataan ini. Yaitu kenyataan bahwa pemimpin yang baik hanyalah untuk rakyat yang baik. Dan pemimpin yang buruk hanyalah untuk rakyat yang buruk. Firman Allah ta’ala (yang artinya),
“Dan begitulah kami jadikan pemimpin sebagian orang-orang yang dzalim bagi sebagian lagi, disebabkan apa-apa yang mereka usahakan”. (QS. Al-An’am: 29)
Allah Subhanahu wa ta’aala terkadang menjadikan apa yang menimpa hamba-Nya adalah balasan bagi amalan yang diperbuatnya. Pemimpin yang buruk, yang memerintah dengan dzalim, yang menggunakan kekuasaannya untuk merampas hak rakyat dan berbuat semena-mena boleh jadi adalah balasan yang Allah segerakan didunia bagi bangsa yang selalu berbuat dosa. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hambanya, maka Allah akan akan menyegerakan balasan (bagi keburukannya) di dunia.” (HR Tirmidzi)
Semua perkara yang terjadi di dunia ini merupakan ketentuan yang Allah tetapkan dengan kebijaksaan dan keadilannya. Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan pernah berbuat dzalim dan aniaya terhadap hamba-hamba-Nya. Dalam al-Quran Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan bahwasannya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya. (QS. Ali Imran: 182).
Dan dalam hadits qudsi Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai hambaku! sesungguhnya aku mengharamkan kedzaliman atas diriku.” (HR. Muslim).
Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki setiap ketentuannya menjadi bahan pelajaran dan renungan bagi hamba-hamba-Nya. Menjadi peringatan yang menyadarkan manusia kepada kewajibannya sebagai hamba, juga kepada kebesaran Allah yang maha berhak atas setiap urusan seluruh makhluk-Nya. Kesadaran ini sejatinya mendorong setiap manusia mengerti hakikat peran hidupnya di dunia. Termasuk kesadaran sebagai rakyat, bahwa pemimpin yang adil dan amanah adalah barang mahal yang harus ditebus dengan ketaatan, moralitas, dan semua nilai baik rakyatnya.
Wallahu’alam.
Penulis: Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc.
sumber : https://muslim.or.id/19895-pemimpin-dan-rakyatnya.html


Jumat, 25 Maret 2016

Menghidupkan Budaya dan Kreatifitas Dari Sekayu

Sebuah seni kreatifitas memang menjadi modal utama dalam menjual suatu produk barang. Seperti yang dilakukan Stand Praja Mukti Center (PMC), yang menjual beraneka ragam kaos yang bertemakan bahasa daerah Sekayu, Muba pada event Muba Expo.
Dengan bertemakan bahasa-bahasa daerah Sekayu, membuat kaos tuguh mempunyai ciri-ciri khas tersendiri ketika dikenakan oleh sebagian orang. Menurut penjelasan penjaga stand PMC, yakni Mida mengatakan ide awal sang pemilik membuat kaos tuguh karena ingin mempromosikan daerah Sekayu dengan bahasa-bahasanya yang khas.
"Tujuan utama dari pembuatan kaos tuguh ini ialah untuk mepromosikan daerah Sekayu, Kabuapten Muba. Sekayu sendiri mempunyai bahasa yang memiliki ciri khas tersendiri dengan memakai kaos tuguh berarti telah mengunjungi Sekayu," kata Mida, ketika dibincangi di stand PMC, Muba Expo, Selasa (29/9).
Dengan bertemakan bahasa khas sekayu seperti, 'mati dem asal top', 'pantang bekonop', 'dak olah mecot' memang menarik para pelanggan sendiri. Tidak hanya itu saja, bahan yang digunakan katun combed 20s yang membuat pemakainya merasakan nyaman ketika dikenakan, serta kaos tuguh ini memiliki motif lain seperti gambar-gambar ikan dan tuguh bintang Sekayu.
"Untuk satuan kaos tuguh bisa dijangkau dengan kantong pelajar, yakni Rp.75.000 ribu persatuan. Bahkan apabila mau membeli cukup banyak kaos tuguh bisa diberikan khusus diskon tersendiri," ungkapnya.
Lanjutnya, kalau sehari-harinya kaos tuguh, dijual di tokoh 'Rumah Kita' di kampung dua Jalan Merdeka Tengah, Sekayu. Disana lebih banyak motif dan gambar disediakan, bahkan bisa memesan motif dan gambar serta warna kaos tersebut.
"Sehari-seharinya biasa dijual di toko Rumah Tika, Sekayu, banyak motif dan gambar disediakan disana," ujarnya.
Sementara itu, Amrul warga Sekayu mengatakan konsep kaos tuguh sangat bagus sekali, karena mempromosikan suatu daerah dan melastrikan bahasa.
"Bagus sekali kaosnya, apalagi bahasa-bahasa pada kaos tersebut yang mempromosikan suatu daerah. Dengan begitu bisa melastrikan bahasa khas dari Sekayu," ungkapnya.
sumber :  http://palembang.tribunnews.com/2015/09/29/kaos-tuguh-perkenalkan-bahasa-istilah-khas-daerah-sekayu

Memanfaatkan Perkarangan Rumah


Keterbatasan lahan tak membuat para petani di Kota Bandar Lampung, Lampung, putus asa. Mereka memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur-mayur dan berbagai tanaman obat. Kini, para petani yang hidup dengan lahan terbatas pun mampu berdaya dari pekarangan rumah.
Di Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, misalnya, pekarangan rumah setiap warga kini disulap menjadi lahan tanam. Pohon cabai, terung, sawi, okra, dan sayur-mayur lain tumbuh subur di dalam media tanam berupa polybag atau pot plastik yang disusun bertingkat di halaman rumah. Mereka juga menanam berbagai tanaman obat seperti jahe dan kunyit.
Sainem (46), salah satu petani, mengatakan, dia mulai memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan pertanian sejak tahun 2011. Penyebabnya, Sainem tidak mempunyai sawah atau kebun untuk ditanami berbagai tanaman.
"Dulu, saya adalah petani lepas yang bekerja di sawah bayaran milik orang lain. Kini, kami memanfaatkan pekarangan rumah karena sawah yang biasa kami garap sudah dijual oleh pemiliknya," kata Sainem, Rabu (10/2/2016).
Ia mengatakan, jumlah tanaman di halaman rumahnya memang tidak terlalu banyak. Namun, penghasilan dari bercocok tanam itu cukup membantu menambah penghasilan rumah tangganya.
"Saya mendapat tambahan uang Rp 300.000-Rp 500.000 per bulan. Saya juga bisa menghemat uang hingga Rp 500.000 setiap bulan karena tidak perlu membeli sayuran," katanya.
Di halaman rumah Sainem, ada 50 batang tanaman terung, 30 batang tanaman jahe, dan 20 batang tanaman cabai. Ia juga menanam kangkung, seledri, dan kemangi. Setiap hari, ia menjual sekitar 30 ikat tanaman itu dengan dititipkan di warung terdekat atau dijual sendiri di pasar.
Sainem juga menjual tanaman di dalam pot seharga Rp 10.000-Rp 25.000 per batang. "Banyak konsumen yang mencari tanaman sayur untuk berbagai keperluan, seperti untuk acara perlombaan atau sebagai bibit yang mereka tanam sendiri di rumahnya," katanya.
Sainem hanyalah satu contoh petani yang mampu berdaya dari pekarangan rumah. Di kelurahan itu, masih ada sekitar 200 petani lain yang juga memanfaatkan pekarangan rumah untuk bercocok tanam.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Harapan Jaya Turiah mengatakan, ada sekitar 28 petani wanita yang bercocok tanam di pekarangan untuk membantu penghasilan rumah tangga. Sebagian besar sayuran itu dipasarkan ke pasar tradisional secara kolektif. "Setiap hari, saya membawa 100-200 ikat kangkung, kemangi, dan seledri untuk dijual," ujarnya.
Ketua Kelompok Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Harapan Makmur Suyud mengatakan, sebagian dari petani di kelurahan itu juga bekerja sebagai buruh tani dengan menggarap lahan milik orang lain. Namun, ada sebagian warga yang tidak bisa lagi menggarap sawah karena lahan pertanian sudah beralih fungsi jadi bangunan rumah atau toko.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Kota Bandar Lampung, luas area pertanian sawah dan bukan sawah di kota tersebut semakin kecil. Tahun 2016, luas lahan pertanian berupa sawah, kebun, dan ladang hanya 2.620 hektar. Jumlah tersebut menyusut 27 hektar dibandingkan tahun sebelumnya, 2.647 hektar.
Tanaman organik
Suyud menjelaskan, tanaman sayur milik petani di kelurahan itu merupakan tanaman organik. Petani memanfaatkan pupuk kandang dari kotoran sapi atau kambing. Mereka juga membuat pestisida alami dari jahe dan lengkuas.
"Kami mendapat pembinaan cara merawat tanaman organik dan membuat pestisida alami dari Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung. Saat ini, kami sudah bisa mandiri mengolah lahan," kata Suyud.
Saat ini, kata Suyud, petani mendapatkan penghasilan terbesar dari penjualan tanaman di pot plastik. Setiap hari, ada 30-50 batang tanaman yang bisa dijual.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kota Bandar Lampung Agustini mengatakan, petani di perkotaan juga akan dibina untuk mengembangkan sistem hidroponik. Hal itu dilakukan sebagai alternatif keterbatasan lahan di perkotaan.
"Masalah pertanian di Kota Bandar Lampung adalah keterbatasan lahan. Untuk itu, kami mengembangkan sistem hidroponik agar petani tetap bisa menanam meski tidak memiliki lahan pertanian," katanya.
Di Bandar Lampung, masih ada 1.200 hektar lahan yang bisa dimanfaatkan sebagai area pertanian. Lahan tersebut terdiri dari lahan kosong dan pekarangan rumah. Dengan pemanfaatan lahan dan pengembangan sistem hidroponik, produksi sayur di Bandar Lampung diharapkan bertambah hingga 100 ton per tahun.
Saat ini, menurut Agustini, sebagian besar kebutuhan sayuran di Bandar Lampung dipasok dari sejumlah kabupaten, di antaranya Tanggamus dan Lampung Selatan. Adapun produksi sayur di Bandar Lampung 2.186 ton per tahun.
Ke depan, Dinas Peternakan, dan Perkebunan Kota Bandar Lampung akan memberikan bantuan untuk pengembangan teknik hidroponik. "Kami menyiapkan bantuan berupa media tanam dan benih bagi petani," ujarnya.
sumber :  http://print.kompas.com/baca/2016/02/12/Petani-Berkebun-di-Pekarangan-Rumah